Apakah Yesus Ikut Pemilu?
Tak ada gunanya ikut pemilu! Kita tidak ada urusan apa-apa dengan politik! Benarkah kita tidak ada urusan dengan politik?
Sidang_Paripurna_MPR [beritacyber.com] |
Coba, seandainya DPR/MPR memutuskan
bahwa mulai tahun depan bahasa Indonesia diganti dengan bahasa lain, atau bahwa
hari libur bukan lagi hari Minggu tetapi diganti dengan hari lain. Apakah kita
tidak terkena dampak keputusan itu?
Tentu saja kita kena dampaknya. Tiap
orang kena dampaknya. Jadi, tidak ada orang yang bisa lepas dari politik. Tiap
keputusan DPR/MPR tergantung dari suara partai politik (parpol). Kalau yang
berkuasa parpol warna begini, keputusan DPR/MPR akan jadi begini. Kalau warna
begitu, jadi begitu.
Nah, siapa bilang kita tidak ada
urusan dengan politik?
Parpol
Era Yesus
Apakah Yesus menjadi
anggota partai politik? Pada zaman itu ada empat partai politik yang juga
merupakan mazhab dalam agama Yahudi.
Jadi, Yesus mempunyai sedikitnya empat pilihan.
Pertama, Partai Eseni. Semua anggotanya
laki-laki yang membujang. Mereka melarang anggotanya menjadi tentara, pegawai
negeri, atau pedagang. Mereka bekerja keras sebagai petani atau pengrajin,
namun tidak mempunyai harta pribadi sebab semua penghasilan digabung sebagai
milik bersama. Berbeda dengan orang Yahudi lain yang berdoa sambil berkiblat ke
Bait Allah, orang Eseni berkiblat ke matahari. Mereka juga cenderung
mengasingkan diri dari urusan duniawi, bahkan ada yang tinggal di biara berdaya
tampung seribu orang di Qumran.
Kedua, Partai Sikari atau Zelot.
Kebanyakan terdiri atas para tukang, nelayan, dan pedagang kecil. Mereka melawan
pemerintah penjajah secara sembunyi dengan kekerasan senjata. Membayar pajak
dianggap sebagai mengkhianati Allah. Mereka percaya bahwa kerajaan Allah akan
datang bila Israel menjadi tanah suci dan merdeka.
Ketiga, Partai Saduki. Terdiri atas tuan tanah,
imam, dan orang-orang berkedudukan tinggi. Mereka menyetujui bahwa imam besar
diangkat oleh Roma dan Bait Allah diawasi oleh tentara Roma dengan imbalan
bahwa orang Yahudi bebas beribadah.
Keempat, Partai Farisi. Terdiri atas orang-orang
terpelajar, guru, pegawai negeri, dan ahli Taurat. Kaum Farisi merasa diri
sebagai polisi agama, yaitu mengawasi semua orang untuk menjalankan Taurat,
terutama dalam hal puasa, hari Sabat, dan persepuluhan.
Penjelasan sederhana tentang ciri-ciri
keempat partai itu terdapat dalam buku Selamat Mengikut Dia bab 15.
Sikap
Politik Yesus
Yesus tidak menjadi anggota salah satu
partai itu. Akan tetapi, Yesus berpolitik. Ia mempunyai sikap politik. Sikap
politik-Nya antara lain tampak ketika orang bertanya apakah pantas membayar
pajak kepada pemerintah penjajah.
Yesus
menjawab, ”Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar
dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat. 22:21).
Sepintas lalu jawaban Yesus ini terkesan menyangkut urusan pajak, namun
sebetulnya jawab itu mengandung sebuah isu yang bersifat mendasar, yaitu
tentang hubungan agama dan negara.
Dalam jawab itu Yesus menunjukkan bahwa
orang mempunyai dwikewajiban atau dwitanggung jawab. Pertama, ”Apa yang wajib
kamu berikan kepada Kaisar”. Yang kedua, ”Apa yang wajib kamu berikan kepada
Allah”. Dengan kata lain, orang mempunyai dwikewarganegaraan, sebagai warga
negara Kerajaan Roma dan sebagai warga negara Kerajaan Allah.
Selanjutnya, jawab
Yesus itu berimplikasi bahwa negara dan agama merupakan dua entitas yang berbeda.
Negara dan agama mempunyai bidang, urusan, tugas, dan wewenangnya
masing-masing. Tidak boleh negara dan agama dicampur menjadi satu.
Gereja
dan Politik
Sikap politik Yesus yang lain tampak dalam
pernyataan-Nya, ”Kamu adalah garam dunia … kamu adalah terang dunia” (Mat.
5:13-14). Jangankan menjauh dari dunia, Yesus malah menyuruh pengikut-Nya
menjadi orang yang menggarami (artinya: menjadi pencegah kebusukan) dan
menerangi (artinya: menjadi hati nurani) dunia.
Sikap politik Yesus itu menjadi dasar bagi
keterlibatan gereja dalam politik. Jelas, gereja bukanlah
lembaga politik. Gereja tidak menyamakan diri dengan sebuah partai politik. Gereja
tidak menganjurkan umatnya memilih partai tertentu. Akan tetapi, gereja
melakukan pendidikan politik. Salah satu bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK)
Orang Dewasa adalah pendidikan politik melalui khotbah, buku, pemahaman
Alkitab, dan yang lainnya.
Itu bukan berarti bahwa kita menjadi
anggota suatu partai, melainkan bahwa kita mempunyai kesadaran politik. Kita
bukan bersikap masa bodoh, melainkan mengkritisi keadaan dengan cara setiap
hari membaca fakta dan opini di surat kabar.
Apa
Pilihan Yesus?
Kristus adalah Tuhan atas diri kita sebagai
individu dan juga atas diri kita sebagai bangsa dan negara. Oleh sebab itu,
kita turut berpartisipasi dalam menentukan warna keyakinan dan kebijakan
mengatur negara. Salah satu cara partisipasi itu adalah ikut
pemilu dan pilkada.
Dengan ikut pemilu dan pilkada, kita ikut
menentukan nasib hari depan masyarakat sebab suara kita akan ikut dihitung. Di
situlah kita bisa memilih pemimpin yang bersih, gesit, cakap, kreatif,
produktif, kata menyatu dengan perbuatan, dan adil terhadap semua golongan
etnik atau agama.
Dengan partisipasi itu kita sedang bersikap
politis. Yesus pun jelas bersikap politis.
Akan tetapi, apakah Yesus ikut pemilu dan
pilkada? Tentu saja tidak sebab Kaisar Tiberius, Gubernur Pontius Pilatus, dan
Gubernur Herodes Antipas muncul dengan cara siluman.
Lalu, seandainya Yesus ada bersama kita
sekarang ini, apakah Dia ikut pemilu dan pilkada? So pasti! Siapa yang
dipilih-Nya? Itu rahasia dong, Bung!
[Andar
Ismail]
terima kasih,
BalasHapusartikel nya bisa menambah wawasan.
gbu,