Senin, 07 April 2014

Esensi



Apakah Yesus Ikut Pemilu?

 

 

Tak ada gunanya ikut pemilu! Kita tidak ada urusan apa-apa dengan politik! Benarkah kita tidak ada urusan dengan politik?


Sidang_Paripurna_MPR [beritacyber.com]
Coba, seandainya DPR/MPR memutuskan bahwa mulai tahun depan bahasa Indonesia diganti dengan bahasa lain, atau bahwa hari libur bukan lagi hari Minggu tetapi diganti dengan hari lain. Apakah kita tidak terkena dampak keputusan itu?

Tentu saja kita kena dampaknya. Tiap orang kena dampaknya. Jadi, tidak ada orang yang bisa lepas dari politik. Tiap keputusan DPR/MPR tergantung dari suara partai politik (parpol). Kalau yang berkuasa parpol warna begini, keputusan DPR/MPR akan jadi begini. Kalau warna begitu, jadi begitu.

Nah, siapa bilang kita tidak ada urusan dengan politik?

 

Parpol Era Yesus
Apakah Yesus menjadi anggota partai politik? Pada zaman itu ada empat partai politik yang juga merupakan mazhab dalam agama Yahudi. Jadi, Yesus mempunyai sedikitnya empat pilihan.

Pertama, Partai Eseni. Semua anggotanya laki-laki yang membujang. Mereka melarang anggotanya menjadi tentara, pegawai negeri, atau pedagang. Mereka bekerja keras sebagai petani atau pengrajin, namun tidak mempunyai harta pribadi sebab semua penghasilan digabung sebagai milik bersama. Berbeda dengan orang Yahudi lain yang berdoa sambil berkiblat ke Bait Allah, orang Eseni berkiblat ke matahari. Mereka juga cenderung mengasingkan diri dari urusan duniawi, bahkan ada yang tinggal di biara berdaya tampung seribu orang di Qumran.

Kedua, Partai Sikari atau Zelot. Kebanyakan terdiri atas para tukang, nelayan, dan pedagang kecil. Mereka melawan pemerintah penjajah secara sembunyi dengan kekerasan senjata. Membayar pajak dianggap sebagai mengkhianati Allah. Mereka percaya bahwa kerajaan Allah akan datang bila Israel menjadi tanah suci dan merdeka.

Ketiga, Partai Saduki. Terdiri atas tuan tanah, imam, dan orang-orang berkedudukan tinggi. Mereka menyetujui bahwa imam besar diangkat oleh Roma dan Bait Allah diawasi oleh tentara Roma dengan imbalan bahwa orang Yahudi bebas beribadah.

Keempat, Partai Farisi. Terdiri atas orang-orang terpelajar, guru, pegawai negeri, dan ahli Taurat. Kaum Farisi merasa diri sebagai polisi agama, yaitu mengawasi semua orang untuk menjalankan Taurat, terutama dalam hal puasa, hari Sabat, dan persepuluhan.
Penjelasan sederhana tentang ciri-ciri keempat partai itu terdapat dalam buku Selamat Mengikut Dia bab 15.

Sikap Politik Yesus
Yesus tidak menjadi anggota salah satu partai itu. Akan tetapi, Yesus berpolitik. Ia mempunyai sikap politik. Sikap politik-Nya antara lain tampak ketika orang bertanya apakah pantas membayar pajak kepada pemerintah penjajah.

Yesus menjawab, ”Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Mat. 22:21). Sepintas lalu jawaban Yesus ini terkesan menyangkut urusan pajak, namun sebetulnya jawab itu mengandung sebuah isu yang bersifat mendasar, yaitu tentang hubungan agama dan negara.

Dalam jawab itu Yesus menunjukkan bahwa orang mempunyai dwikewajiban atau dwitanggung jawab. Pertama, ”Apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar”. Yang kedua, ”Apa yang wajib kamu berikan kepada Allah”. Dengan kata lain, orang mempunyai dwikewarganegaraan, sebagai warga negara Kerajaan Roma dan sebagai warga negara Kerajaan Allah.

Selanjutnya, jawab Yesus itu berimplikasi bahwa negara dan agama merupakan dua entitas yang berbeda. Negara dan agama mempunyai bidang, urusan, tugas, dan wewenangnya masing-masing. Tidak boleh negara dan agama dicampur menjadi satu.

Gereja dan Politik
Sikap politik Yesus yang lain tampak dalam pernyataan-Nya, ”Kamu adalah garam dunia … kamu adalah terang dunia” (Mat. 5:13-14). Jangankan menjauh dari dunia, Yesus malah menyuruh pengikut-Nya menjadi orang yang menggarami (artinya: menjadi pencegah kebusukan) dan menerangi (artinya: menjadi hati nurani) dunia.

Sikap politik Yesus itu menjadi dasar bagi keterlibatan gereja dalam politik. Jelas, gereja bukanlah lembaga politik. Gereja tidak menyamakan diri dengan sebuah partai politik. Gereja tidak menganjurkan umatnya memilih partai tertentu. Akan tetapi, gereja melakukan pendidikan politik. Salah satu bidang Pendidikan Agama Kristen (PAK) Orang Dewasa adalah pendidikan politik melalui khotbah, buku, pemahaman Alkitab, dan yang lainnya.

Itu bukan berarti bahwa kita menjadi anggota suatu partai, melainkan bahwa kita mempunyai kesadaran politik. Kita bukan bersikap masa bodoh, melainkan mengkritisi keadaan dengan cara setiap hari membaca fakta dan opini di surat kabar.

Apa Pilihan Yesus?
Kristus adalah Tuhan atas diri kita sebagai individu dan juga atas diri kita sebagai bangsa dan negara. Oleh sebab itu, kita turut berpartisipasi dalam menentukan warna keyakinan dan kebijakan mengatur negara. Salah satu cara partisipasi itu adalah ikut pemilu dan pilkada.

Dengan ikut pemilu dan pilkada, kita ikut menentukan nasib hari depan masyarakat sebab suara kita akan ikut dihitung. Di situlah kita bisa memilih pemimpin yang bersih, gesit, cakap, kreatif, produktif, kata menyatu dengan perbuatan, dan adil terhadap semua golongan etnik atau agama.
Dengan partisipasi itu kita sedang bersikap politis. Yesus pun jelas bersikap politis.

Akan tetapi, apakah Yesus ikut pemilu dan pilkada? Tentu saja tidak sebab Kaisar Tiberius, Gubernur Pontius Pilatus, dan Gubernur Herodes Antipas muncul dengan cara siluman.

Lalu, seandainya Yesus ada bersama kita sekarang ini, apakah Dia ikut pemilu dan pilkada? So pasti! Siapa yang dipilih-Nya? Itu rahasia dong, Bung!

[Andar Ismail]

1 komentar:

  1. terima kasih,
    artikel nya bisa menambah wawasan.
    gbu,

    BalasHapus