Selasa, 29 April 2014

Kisah Nyata



Kista Tenggorokan Mengubah Hidupku


Ambisius dan pekerja keras, sifat itulah yang membuat Hwenty Widjaja tidak kenal lelah mencari pemasukan tambahan. Kariernya sebagai dokter terbilang sukses dan menjanjikan. Demi membangun masa depan, ia rela jaga di rumah sakit sampai larut malam atau berkecimpung dalam bisnis lain yang mendatangkan penghasilan lebih. “Walaupun capek, saya tetap mengerjakannya.”

Kehidupan terasa makin lengkap ketika Hwenty dan pacarnya bisa membeli rumah idaman. Semua tampak indah, kecuali satu hal: hubungannya dengan pacar sering cekcok karena beda keyakinan. “Sulit bagi kami untuk saling menghargai perbedaan, yang ada justru berdebat dan berdebat.”
Sifat Hwenty yang dominan membuat pacar dan orangtuanya sering mengalah. Ibunya juga sering mengingatkan bahwa terang dan gelap tidak bisa bersatu. Tetapi Hwety selalu menjawab bahwa pilihannya adalah pria yang terbaik. Akhirnya, Hwenty mengetahui pacarnya berselingkuh. “Saya sungguh kecewa, tapi saya memutuskan terus melangkah menapaki hidup meskipun tanpa dia.”

Vonis Penyakit Tulang

Suatu kali Hwenty merasakan sakit di bagian leher. “Untuk berdiri saja, saya perlu perjuangan sampai keringat mengucur.” Meskipun begitu, ia memaksakan diri untuk tetap bekerja. Temannya di rumah sakit menganjurkan Hwenty melakukan Tes MRI karena melihat posisi tubuhnya semakin miring. “Leher saya tidak bisa berdiri tegak dan selalu terjuntai ke bawah. Setelah Tes MRI, didapati dua ruas tulang belakang saya hilang.” 
“Saya takut karena operasi ini memakan banyak biaya, sekitar Rp250–300 juta. Puji Tuhan, saya dipertemukan dengan dokter yang tepat. Biayanya pun persis dengan jumlah tabungan yang saya miliki. Operasi berhasil dan sebuah pen dipasang di leher saya yang harus dipakai seumur hidup. Secara medis, saya tinggal menunggu 3 bulan untuk bisa pulih dan bekerja kembali.”
Namun, lehernya tetap sakit. “Saya tidak bisa bangun, bahkan untuk duduk saja susah. Dokter yang menangani operasi saya pun heran. Padahal pemasangan pen sudah tepat. Saya mengusahakan agar leher lurus sendiri, tapi malah hilang memori saya tentang bagaimana sikap yang harus lurus dan benar. Badan saya secara umum miring sehingga penyembuhannya menjadi sulit.

Penggemblengan Tuhan
Penyakit Hwenty terbilang sangat jarang dan belum ada obatnya. Ia pun berserah kepada Tuhan. “Tuhan bilang, sudah tidak bisa ngapa-ngapain lagi, mau siapa atau apa lagi yang bisa diandalkan? Mengandalkan pikiran sudah tidak sanggup. Uang yang ada pun tidak ada gunanya. Saya hanya bisa terkapar tak berdaya di tempat tidur. Saya hanya bisa berharap dan bersandar kepada Tuhan.”
Hwenty mulai merenungkan semua yang terjadi dalam kehidupannya. Hubungan dengan pacar yang kandas dan kista yang menyerang lehernya adalah dua tragedi hidup yang tidak ia pahami. Melewati masa-masa suram, ia mendapat kekuatan dari Ibrani 12:5-8, "Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkanNya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak. ..."
“Saya rupanya sedang dibentuk menjadi anak-Nya yang berkualitas. Selama ini, saya pikir logika saya yang paling benar. Namun Tuhan hancurkan semua itu, supaya saya hanya bergantung kepada-Nya.”

Pemulihan Hubungan

Selama sakit, Hwenty merasakan kasih sayang sejati dari ibunya. “Mama datang dari Bandung dan merawat saya dengan penuh dedikasi. Saya terharu. Sebenarnya saya anak yang arogan, merasa paling benar. Melihat pengorbanan mama, saya jadi tersadar bahwa kehebatan yang saya banggakan tidak sebanding dengan cinta yang Mama berikan. Hubungan saya dengan mama pun dipulihkan.”
Melalui semua yang dialami Hwenty melihat kuasa Tuhan bekerja dalam hidupnya. Lehernya berangsur-angsur pulih kembali. “Saya bersyukur bahwa Dia menyempatkan waktu untuk memproses saya secara maksimal dan personal. Rupanya ada hikmah di balik semua derita yang saya alami.”

[Kisah Nyata dr. Hwenty Widjaja]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar