WASPADAI
KECURANGAN PEMILU
Pesta demokrasi pemilu dengan agenda pencoblosan sudah selesai digelar.
Apakah ini berarti pemilu sudah selesai dan semua baik-baik saja? Belum! Saat
ini sedang dilakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara. Masih ada
tahapan-tahapan berikutnya yang perlu dikawal. Mengapa? Karena masih berpotensi
terjadi kecurangan.
Jeirry Sumampow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia
(TePI) di Wisma PGI memaparkan sejumlah potensi kecurangan pasca pencoblosan yang
perlu diwaspadai yaitu pada saat:
Rekapitulasi di PPS
Rakapitulasi di PPK
Rakapitulasi di KPUD
Kab/Kota
Rakapitulasi di KPU Prov
Rakapitulasi di KPU RI
Peringatan yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Bambang
Widjojanto dalam suatu acara di TV One malam ini. Pemilu belum selesai hari
ini. Proses tahapan pemilu ini akan berlangsung sampai akhir bulan. “KPK menyerukan jangan hanya ‘Ayo coblos’,
tapi ‘Ayo awasi hasil coblosan’,” ujarnya.
Berikut ini sejumlah potensi kecurangan yang
dipaparkan oleh Jeirry Sumampow:
•
Perubahan
suara oleh PPS, PPK, KPUD Kab/Kota, KPU Provinsi hingga KPU RI (pusat). Hal ini bisa dilakukan dengan mengubah
isi kotak suara atau menambah isi kotak suara dengan surat suara yang telah
dicoblos untuk partai tertentu. Tentunya hal ini dilakukan dengan melakukan
perubahan dokumen yang ada di dalam kotak suara. Hal ini memanfaatkan waktu
setelah kotak suara tiba di kelurahan/kantor desa, sampai dilakukan
penghitungan. Ada jarak waktu satu malam sampai satu hari.
•
Kecerobohan
& kekeliruan PPS, PPK, KPUD, KPU Provinsi hingga KPU RI dalam proses penulisan hasil dalam
formulir rekapitulasi. Hal ini bisa saja dilakukan secara sengaja ataupun
karena kelalaian karena faktor kelelahan.
•
Dalam
proses rekapitulasi, biasanya jika terjadi perbedaan data, selalu yang akan
diikuti adalah data KPU meskipun data itu sudah dimanipulasi. Paling-paling PPS,
PPK, KPUD, KPU Provinsi akan
mengatakan bahwa silahkan mempersoalkan di tingkatan berikutnya.
•
Jika
terjadi perbedaan data pada KPU
RI (pusat), KPU menyatakan untuk mempersoalkan di Bawaslu atau MK atau pun DKPP.
•
Dalam
rekapitulasi di KPU, biasanya KPU akan cenderung membela hasil dari bawah,
bagaimana pun kelirunya data yang ada. Bahkan jika KPU tahu bahwa penyelenggara
Pemilu di tingkat bawah melakukan kesalahan, maka KPU akan membela. Mengapa?
Sebab kesalahan di bawah itu akan menjadi kesalahan KPU RI. Sebab dalam Pemilu
nasional, KPU RI yang akan bertanggungjawab atas semua proses.
Politik Uang dalam Rekapitulasi Suara
Masalah politik uang juga terjadi bukan hanya pada masa kampanye.
Menurut Jeirry, politik uang ini lebih banyak dimainkan oleh para calo politik.
Modus Politik Uang & Manipulasi
Suara dalam Rekapitulasi diuraikan seperti berikut ini:
•
Surat
suara yang tak terpakai. àJika ada permainan dengan petugas
penghitungan suara di semua tingkatan, maka bisa saja suara yang tak terpakai
dicoblos/dicontreng dan diberikan untuk parpol atau caleg lain. Dan setelah itu
dilakukan perubahan formulir rekapitulasi suara.
•
Suara
partai yang hilang akibat tak lolos PT. àUmumnya parpol yang tak lolos PT tak
peduli lagi dengan suara mereka. Begitu juga parpol yang lolos, akan lebih
fokus mengawal suaranya. Apalagi masyarakat. Karena itu, suara parpol ini bisa
saja dialihkan kepada partai atau caleg lain.
•
Suara
caleg yang sudah pasti tak dapat kursi. àCaleg yang memperoleh suara sedikit dan
sudah bisa dipastikan tak akan mendapatkan kursi bisa saja menjual suaranya
kepada caleg lain. Andaikan, partai mendapatkan 2 kursi. Kursi tersebut tentu
menjadi milik caleg dengan perolehan suara terbanyak 1 & 2. Caleg dengan
perolehan suara terbanyak 3 atau 4, bisa saja meminta limpahan suara dari caleg
dengan perolehan suara terbanyak 5, 6, dst dengan membayar sejumlah uang.
•
Mengubah
perolehan dan rekapitulasi suara.àJika partai dan caleg “bermain mata &
uang” dengan penyelenggara pemilu dan atau petugas penghitungan suara di semua
tingkatan, maka hasil suara bisa saja berubah. Kasus seperti ini sudah sangat
banyak terjadi dengan cara mengubah formulir rekapitulasi suara maupun formulir
perolehan suara. Sebab tak ada yang mampu menjaga dan mengawasi kotak suara
selama 24 jam kecuali penyelenggara pemilu (KPU).
Kemungkinan Politik Uang
Ada berbagai cara yang dilakukan dalam melakukan praktik politik uang,
yaitu:
•
Membayar
saksi partai.
•
Membayar
partai atau pengurus partai.
•
Membayar
caleg lain (baik sesama partai maupun dari partai lain).
•
Membayar
petugas penghitungan suara: mulai dari Petugas TPS sampai KPU RI. Juga
sekretariat KPU. Dalam hal ini, banyak kasus justru karena keterlibatan staf
sekretariat lembaga penyelenggara Pemilu.
•
Membayar
petugas pengawas dilapangan sampai Bawaslu RI.
•
Dalam
proses rekapitulasi di KPU, biasanya banyak sekali calo-calo berkeliaran yang
menawarkan jasa jual beli suara. Sebab ada banyak caleh yang tentu tak akan
mendapatkan suara, sehingga sangat besar kemungkinan suaranya dijual ke partai
atau caleg lain.
Mengapa Bisa Terjadi?
Politik uang bisa terjadi karena sejumlah hal seperti berikut ini:
•
Adanya
PT yang memunculkan “suara tak bertuan”.
•
Penentuan
kursi berdasarkan suara terbanyak: persaingan di internal caleg partai.
•
Kurangnya
lembaga pengawas independen & lemahnya pengawasan masyarakat.
•
Ketidakmampuan
untuk mengawasi seluruh tahapan dan proses rekapitulasi suara. Baik oleh
lembaga pengawas, lembaga pemantau independen, partai maupun oleh masyarakat.
•
Masyarakat
permisif: rakyat seringkali cuek dan tak peduli dengan adanya pelanggaran dan
kecurangan.
•
“Kebijakan
Partai”: partai atau pengurus partai ingin agar orang-orang tertentu yang
menduduki kursi parlemen.
•
Regulasi
yang lemah: peradilan hukum formal tak mampu mewadahi penyelesaian sengketa
secara baik dan adil. àMekanisme untuk mengoreksi keputusan KPU
sangat lemah. àPerselisihan
sengketa hasil Pemilu dilakukan oleh parpol di tingkat nasional dan caleg tak
memiliki kewenangan itu. Dan bisa saja terjadi pimpinan parpol tak merasa
berkepentingan untuk mengajukan sengketa tersebut.
•
Dalam
peradilan ajudifikasi di Bawaslu, kemampuan seorang caleg untuk mengumpulkan
data kecurangan menjadi sangat diragukan. Sehingga kemungkinan berhasil pun
sangat kecil.
Apa Yang Bisa Dilakukan?
Untuk mencegah terjadinya kecurangan pasca pemungutan suara, masyarakat
bisa turut berperan dengan mendorong:
•
Pihak-pihak
yang berkepentingan mengawasi (mengawal) secara sungguh-sungguh seluruh tahapan
rekapitulasi suara (pergerakan suara) mulai dari TPS sampai tingkat yang paling
atas dengan seluruh varian kemungkinan terjadinya perubahan suara tersebut.
•
Dalam
konteks ini peran Bawaslu menjadi sangat penting. Kita berharap Bawaslu mampu
mendapatkan suara di semua TPS untuk menjadi data pembanding dari data KPU. àBawaslu diharapkan bisa mendapatkan copy
semua formulir C-1 dari semua TPS.
•
Memaksimalkan
peran Bawaslu dan DKPP dalam konteks penyelesaian sengketa hasil pemilu. àMemaksimalkan peran MK dalam konteks
sengketa hasil Pemilu.
•
Memaksimalkan
peran media.
•
Melibatkan
masyarakat dalam pengawasan.
•
KPU
bertindak lebih terbuka, profesional & jujur dalam proses rekapitulasi
suara.
($)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar