Rabu, 09 April 2014

Liputan Pemilu



WASPADAI KECURANGAN PEMILU

Pesta demokrasi pemilu dengan agenda pencoblosan sudah selesai digelar. Apakah ini berarti pemilu sudah selesai dan semua baik-baik saja? Belum! Saat ini sedang dilakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara. Masih ada tahapan-tahapan berikutnya yang perlu dikawal. Mengapa? Karena masih berpotensi terjadi kecurangan.

Jeirry Sumampow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) di Wisma PGI memaparkan sejumlah potensi kecurangan pasca pencoblosan yang perlu diwaspadai yaitu pada saat:

Rekapitulasi di PPS
Rakapitulasi di PPK
Rakapitulasi di KPUD Kab/Kota
Rakapitulasi di KPU Prov
Rakapitulasi di KPU RI

Peringatan yang sama juga disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam suatu acara di TV One malam ini. Pemilu belum selesai hari ini. Proses tahapan pemilu ini akan berlangsung sampai akhir bulan.  “KPK menyerukan jangan hanya ‘Ayo coblos’, tapi ‘Ayo awasi hasil coblosan’,” ujarnya.


Berikut ini sejumlah potensi kecurangan yang dipaparkan oleh Jeirry Sumampow:
       Perubahan suara oleh PPS, PPK, KPUD Kab/Kota, KPU Provinsi hingga KPU RI (pusat). Hal ini bisa dilakukan dengan mengubah isi kotak suara atau menambah isi kotak suara dengan surat suara yang telah dicoblos untuk partai tertentu. Tentunya hal ini dilakukan dengan melakukan perubahan dokumen yang ada di dalam kotak suara. Hal ini memanfaatkan waktu setelah kotak suara tiba di kelurahan/kantor desa, sampai dilakukan penghitungan. Ada jarak waktu satu malam sampai satu hari.
       Kecerobohan & kekeliruan PPS, PPK, KPUD, KPU Provinsi hingga KPU RI dalam proses penulisan hasil dalam formulir rekapitulasi. Hal ini bisa saja dilakukan secara sengaja ataupun karena kelalaian karena faktor kelelahan.
       Dalam proses rekapitulasi, biasanya jika terjadi perbedaan data, selalu yang akan diikuti adalah data KPU meskipun data itu sudah dimanipulasi. Paling-paling PPS, PPK, KPUD, KPU Provinsi akan mengatakan bahwa silahkan mempersoalkan di tingkatan berikutnya.
       Jika terjadi perbedaan data pada KPU RI (pusat), KPU menyatakan untuk mempersoalkan di Bawaslu atau MK atau pun DKPP.

       Dalam rekapitulasi di KPU, biasanya KPU akan cenderung membela hasil dari bawah, bagaimana pun kelirunya data yang ada. Bahkan jika KPU tahu bahwa penyelenggara Pemilu di tingkat bawah melakukan kesalahan, maka KPU akan membela. Mengapa? Sebab kesalahan di bawah itu akan menjadi kesalahan KPU RI. Sebab dalam Pemilu nasional, KPU RI yang akan bertanggungjawab atas semua proses.

Politik Uang dalam Rekapitulasi Suara
Masalah politik uang juga terjadi bukan hanya pada masa kampanye. Menurut Jeirry, politik uang ini lebih banyak dimainkan oleh para calo politik. Modus Politik Uang & Manipulasi Suara dalam Rekapitulasi diuraikan seperti berikut ini:

       Surat suara yang tak terpakai. àJika ada permainan dengan petugas penghitungan suara di semua tingkatan, maka bisa saja suara yang tak terpakai dicoblos/dicontreng dan diberikan untuk parpol atau caleg lain. Dan setelah itu dilakukan perubahan formulir rekapitulasi suara. 

       Suara partai yang hilang akibat tak lolos PT. àUmumnya parpol yang tak lolos PT tak peduli lagi dengan suara mereka. Begitu juga parpol yang lolos, akan lebih fokus mengawal suaranya. Apalagi masyarakat. Karena itu, suara parpol ini bisa saja dialihkan kepada partai atau caleg lain.

       Suara caleg yang sudah pasti tak dapat kursi. àCaleg yang memperoleh suara sedikit dan sudah bisa dipastikan tak akan mendapatkan kursi bisa saja menjual suaranya kepada caleg lain. Andaikan, partai mendapatkan 2 kursi. Kursi tersebut tentu menjadi milik caleg dengan perolehan suara terbanyak 1 & 2. Caleg dengan perolehan suara terbanyak 3 atau 4, bisa saja meminta limpahan suara dari caleg dengan perolehan suara terbanyak 5, 6, dst dengan membayar sejumlah uang.

       Mengubah perolehan dan rekapitulasi suara.àJika partai dan caleg “bermain mata & uang” dengan penyelenggara pemilu dan atau petugas penghitungan suara di semua tingkatan, maka hasil suara bisa saja berubah. Kasus seperti ini sudah sangat banyak terjadi dengan cara mengubah formulir rekapitulasi suara maupun formulir perolehan suara. Sebab tak ada yang mampu menjaga dan mengawasi kotak suara selama 24 jam kecuali penyelenggara pemilu (KPU).

Kemungkinan Politik Uang
Ada berbagai cara yang dilakukan dalam melakukan praktik politik uang, yaitu:
       Membayar saksi partai.
       Membayar partai atau pengurus partai.
       Membayar caleg lain (baik sesama partai maupun dari partai lain).
       Membayar petugas penghitungan suara: mulai dari Petugas TPS sampai KPU RI. Juga sekretariat KPU. Dalam hal ini, banyak kasus justru karena keterlibatan staf sekretariat lembaga penyelenggara Pemilu.
       Membayar petugas pengawas dilapangan sampai Bawaslu RI.
       Dalam proses rekapitulasi di KPU, biasanya banyak sekali calo-calo berkeliaran yang menawarkan jasa jual beli suara. Sebab ada banyak caleh yang tentu tak akan mendapatkan suara, sehingga sangat besar kemungkinan suaranya dijual ke partai atau caleg lain.

Mengapa Bisa Terjadi?
Politik uang bisa terjadi karena sejumlah hal seperti berikut ini:
       Adanya PT yang memunculkan “suara tak bertuan”.
       Penentuan kursi berdasarkan suara terbanyak: persaingan di internal caleg partai.
       Kurangnya lembaga pengawas independen & lemahnya pengawasan masyarakat.
       Ketidakmampuan untuk mengawasi seluruh tahapan dan proses rekapitulasi suara. Baik oleh lembaga pengawas, lembaga pemantau independen, partai maupun oleh masyarakat.
       Masyarakat permisif: rakyat seringkali cuek dan tak peduli dengan adanya pelanggaran dan kecurangan.
       “Kebijakan Partai”: partai atau pengurus partai ingin agar orang-orang tertentu yang menduduki kursi parlemen.

       Regulasi yang lemah: peradilan hukum formal tak mampu mewadahi penyelesaian sengketa secara baik dan adil. àMekanisme untuk mengoreksi keputusan KPU sangat lemah. àPerselisihan sengketa hasil Pemilu dilakukan oleh parpol di tingkat nasional dan caleg tak memiliki kewenangan itu. Dan bisa saja terjadi pimpinan parpol tak merasa berkepentingan untuk mengajukan sengketa tersebut.
       Dalam peradilan ajudifikasi di Bawaslu, kemampuan seorang caleg untuk mengumpulkan data kecurangan menjadi sangat diragukan. Sehingga kemungkinan berhasil pun sangat kecil.

Apa Yang Bisa Dilakukan?
Untuk mencegah terjadinya kecurangan pasca pemungutan suara, masyarakat bisa turut berperan dengan mendorong:
       Pihak-pihak yang berkepentingan mengawasi (mengawal) secara sungguh-sungguh seluruh tahapan rekapitulasi suara (pergerakan suara) mulai dari TPS sampai tingkat yang paling atas dengan seluruh varian kemungkinan terjadinya perubahan suara tersebut.
       Dalam konteks ini peran Bawaslu menjadi sangat penting. Kita berharap Bawaslu mampu mendapatkan suara di semua TPS untuk menjadi data pembanding dari data KPU. àBawaslu diharapkan bisa mendapatkan copy semua formulir C-1 dari semua TPS.
       Memaksimalkan peran Bawaslu dan DKPP dalam konteks penyelesaian sengketa hasil pemilu. àMemaksimalkan peran MK dalam konteks sengketa hasil Pemilu.
       Memaksimalkan peran media.
       Melibatkan masyarakat dalam pengawasan.
       KPU bertindak lebih terbuka, profesional & jujur dalam proses rekapitulasi suara.
($)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar