PEMILIH
CERDAS, PEMILU BERKUALITAS
Orang
Kristen jangan golput! Ibarat Anda memberi cek kosong yang akan diteken orang
lain.
Menyambut Pemilu anggota legislatif
(DPR-RI & DPRD) dan DPD-RI, sejumlah gereja, lembaga gerejawi, LSM dengan
antusias menggelar acara diskusi, seminar, sosialisasi, dsb. Apapun istilahnya,
semua itu demi suksesnya pesta demokrasi rakyat Indonesia.
Majalah INSPIRASI juga tak mau
ketinggalan. Sebagai media, kami berusaha berperan aktif dengan membuat liputan
khusus Pemilu pada edisi Maret 2014 lalu. Berikut ini kami tampilkan kembali
beberapa hal yang perlu kita perhatikan.
Mengenali Ideologi Parpol
Secara
garis besar partai politik (parpol) peserta pemilu dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok besar. Pertama,
kelompok kebangsaan. Kedua, kelompok
kebangsaan berbasis ormas Islam dan ketiga
kelompok eksklusif.
Institut
Leimena, lembaga kajian kebijakan dan permasalahan publik mengatakan dari
ketiga kelompok di atas bisa dipilah lagi partai mana yang termasuk kelompok
kebangsaan dan mana yang bukan. Juga, kata mereka, bisa dipilah lebih jauh mana yang kelompok
kebangsaan setara inklusif, mana yang bukan. Pemilahan juga dapat dilakukan
berdasar kecenderungan kelompok yang mendukung demokrasi dan yang tidak.
“Partai
berdasar agama tentu tergolong eksklusif dan tidak tergolong kebangsaan
setara-inklusif. PKB dan PAN kelihatannya mengalami emerosotan gagasan.
Pergolakan internal PKB menyurutkan kekuatan gagasan kebangsaan di dalamnya.
Demikian pula PAN yang mulai dijauhi (sebagian) kelompok Muhammadiyah.”
Demikian kesimpulan dalam konsultasi nasional yang diselenggarakan Institut
Leimena bekerja sama dengan PGI, PGLII, PGPI.
Kelompok Kebangsaan
Berdasarkan
pola pengelompokan strategis sejak zaman pergerakan nasional prakemerdekaan,
kata Institut Leimena, pilihan orang Kristen adalah pada kelompok kebangsaan,
khususnya kebangsaan-setara-inklusif dan pro-demokrasi. Yang menonjol sekarang,
menurut rekam jejak dan hasil survei adalah PDI-P, Golkar, dan Demokrat. Mulai
kelihatan adalah Gerindra dan Hanura.
Sebaiknya,
menurut Institut Leimena, orang Kristen tidak membuang suara kebangsaan pada
terlalu banyak pilihan. Biarlah partai-partai baru berjuang terlebih dahulu
untuk membangun jaringan dan karya nyata mereka. Secara total, suara kebangsaan
memang masih lebih dari 60%, tetapi bila suara itu tersebar, sementara pada
kelompok non-kebangsaan bisa terfokus, tentu akan berpengaruh negatif ke depan.
Fenomena PKS perlu diperhatikan. Namun demikian, berbagai faktor lokal dapat
dipertimbangkan.
Menghargai Pluralitas
Romo Guido Suprapto,Pr. |
Sekretaris Eksekutif Kerasulan Awam (Kerawam) Konferensi Waligereja
Indonesia (KWI) Romo Guido Suprapto, Pr menekankan tiga hal. Pertama,
orang Kristen perlu memilih partai dan caleg yang memiliki integritas
antara lain tidak terkena kasus korupsi. Kedua,
pilih mereka yang memperjuangkan dan menghargai keberagaman kita sebagai bangsa
Indonesia dan, ketiga umat jangan
tidak memilih.
“Kaum awam pasti sudah mengenali partai mana dan caleg siapa yang masuk
kategori ini. Umat pasti sudah tahu partai dan caleg mana yang getol sekali
menyuarakan eksklusivitas, yang merasa orang lain sebagai musuhnya. Jangan
pilih mereka,” tegasnya.
Meskipun memilih adalah hak asasi setiap warga gereja, kata dia, jangan
sampai tidak memilih alias golput. “Soalnya kalau kita tidak memilih, orang
lain yang akan menentukan nasib kita. Dan ini sangat berbahaya,” ujar imam asal
Keuskupan Palembang itu.
Menurutnya,
memilih adalah sikap orang merdeka yang tidak menyerahkan penentuan nasib dan
masa depannya kepada orang lain. Karena menjadi golput hanya akan menguntungkan
pihak yang tidak kita sukai.
Tidak Harus Seagama
Jeirry Sumampow, Koordinator TePI |
Apakah harus memilih yang seagama? “Tidak semua caleg yang seagama
kualitas dan integritasnya baik. Jadi, sebuah agama bukan jaminan bahwa dia
caleg berkualitas,” cetus Jeirry Sumampow, Koordinator Nasional
Komite Pemilih Indonesia (TePi). Jeirry
juga menegaskan untuk tidak memilih mereka yang senang “curi start” dengan
berkampanye terselubung di gereja-gereja.
Para
caleg itu sebenarnya paham peraturannya, tetapi tetap saja melanggarnya.
Bahayanya, kata dia, karena mereka nanti
yang akan membuat peraturan-peraturan untuk kepentingan publik. “Cara
berpikirnya saja sudah curang. Bagaimana nanti kalau dia menjabat?” alasan
Jeirry.
“Secara
umum seorang pemimpin harus punya kemampuan leadership
dan bukan seorang peragu. Ia juga tidak berpikir sektarian, misalnya dalam kasus Ahmadiyah dan perda-perda
syariah,” kata Jacob Tobing, Presiden Institut Leimena.
Caleg Kristen?
Yerry Tawalujan |
Yerry Tawalujan dari Forum Umat Kristen Indonesia (FUKRI) sepakat,
bukan harga mati orang Kristen harus memilih caleg beragama Kristen. “Harus
dilihat juga bagaimana rekam jejak dia selama ini? Apa saja yang sudah ia lakukan sebelum ia menjadi caleg? Dengan demikian ia bisa mengukur diri dan
jemaat juga bisa mengukur kemampuan dia,” kata Yerry kepada Grollus dari
INSPIRASI.
Hal lain, kata Yerry adalah, kemampuan caleg membangun jejaring dengan masyarakat luas. Persoalannya adalah bahwa caleg Kristen tersebut tidak hanya mewakili orang bergama Kristen, tetapi juga masyarakat yang plural.
“Kalau caleg-caleg Kristen
hanya mengandalkan atau berharap dari suara Kristen untuk memilih dirinya, belum layak dia sebagai seorang caleg. Jadi jangan hanya
cari suara dari gereja,” imbau Yerry.
Pdt. Manuel E. Raintung |
Sekretaris Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah (PGIW)
Jakarta Pdt. Manuel E. Raintung menyadari bahwa para caleg Kristen masih kurang
dipersiapkan oleh gereja. “Belum ada kaderisasi yang dilakukan dalam gereja
Kristen. Caleg-caleg yang ada sekarang kan tumbuh saja secara alami,” ujar
Raintung. Hal ini terjadi karena para caleg tidak memperkenalkan diri
mereka kepada lembaga gereja seperti PGI atau PGIW.
Gereja juga menurut Raintung masih terkesan malu-malu. Bahkan, gereja
masih menganggap politik itu tabu. “Padahal sejatinya gereja bertanggung harus jawab atas politik. Salah satu bentuknya adalah dengan mempersiapkan caleg,”
kata Raintung.
Orang Kristen bukan tamu. Kita adalah pemilik dan pembentuk sah dari
negara ini. Karena itu, kalau kita memakai hak kita dengan cerdas, niscaya
wakil yang kita pilih pasti berkualitas. (Lex)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar