Selasa, 08 April 2014

Liputan Khusus



PEMILIH CERDAS, PEMILU BERKUALITAS



Orang Kristen jangan golput! Ibarat Anda memberi cek kosong yang akan diteken orang lain.




Menyambut Pemilu anggota legislatif (DPR-RI & DPRD) dan DPD-RI, sejumlah gereja, lembaga gerejawi, LSM dengan antusias menggelar acara diskusi, seminar, sosialisasi, dsb. Apapun istilahnya, semua itu demi suksesnya pesta demokrasi rakyat Indonesia.


Majalah INSPIRASI juga tak mau ketinggalan. Sebagai media, kami berusaha berperan aktif dengan membuat liputan khusus Pemilu pada edisi Maret 2014 lalu. Berikut ini kami tampilkan kembali beberapa hal yang perlu kita perhatikan.



Mengenali Ideologi Parpol

Secara garis besar partai politik (parpol) peserta pemilu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar. Pertama, kelompok kebangsaan. Kedua, kelompok kebangsaan berbasis ormas Islam dan ketiga kelompok eksklusif.



Institut Leimena, lembaga kajian kebijakan dan permasalahan publik mengatakan dari ketiga kelompok di atas bisa dipilah lagi partai mana yang termasuk kelompok kebangsaan dan mana yang bukan. Juga, kata mereka,  bisa dipilah lebih jauh mana yang kelompok kebangsaan setara inklusif, mana yang bukan. Pemilahan juga dapat dilakukan berdasar kecenderungan kelompok yang mendukung demokrasi dan yang tidak.


“Partai berdasar agama tentu tergolong eksklusif dan tidak tergolong kebangsaan setara-inklusif. PKB dan PAN kelihatannya mengalami emerosotan gagasan. Pergolakan internal PKB menyurutkan kekuatan gagasan kebangsaan di dalamnya. Demikian pula PAN yang mulai dijauhi (sebagian) kelompok Muhammadiyah.” Demikian kesimpulan dalam konsultasi nasional yang diselenggarakan Institut Leimena bekerja sama dengan PGI, PGLII, PGPI.



Kelompok Kebangsaan

Berdasarkan pola pengelompokan strategis sejak zaman pergerakan nasional prakemerdekaan, kata Institut Leimena, pilihan orang Kristen adalah pada kelompok kebangsaan, khususnya kebangsaan-setara-inklusif dan pro-demokrasi. Yang menonjol sekarang, menurut rekam jejak dan hasil survei adalah PDI-P, Golkar, dan Demokrat. Mulai kelihatan adalah Gerindra dan Hanura.


Sebaiknya, menurut Institut Leimena, orang Kristen tidak membuang suara kebangsaan pada terlalu banyak pilihan. Biarlah partai-partai baru berjuang terlebih dahulu untuk membangun jaringan dan karya nyata mereka. Secara total, suara kebangsaan memang masih lebih dari 60%, tetapi bila suara itu tersebar, sementara pada kelompok non-kebangsaan bisa terfokus, tentu akan berpengaruh negatif ke depan. Fenomena PKS perlu diperhatikan. Namun demikian, berbagai faktor lokal dapat dipertimbangkan.



Menghargai Pluralitas

Romo Guido Suprapto,Pr.
Sekretaris Eksekutif Kerasulan Awam (Kerawam) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Guido Suprapto, Pr menekankan tiga hal. Pertama,  orang Kristen perlu memilih partai dan caleg yang memiliki integritas antara lain tidak terkena kasus korupsi. Kedua, pilih mereka yang memperjuangkan dan menghargai keberagaman kita sebagai bangsa Indonesia dan, ketiga umat jangan tidak memilih.


“Kaum awam pasti sudah mengenali partai mana dan caleg siapa yang masuk kategori ini. Umat pasti sudah tahu partai dan caleg mana yang getol sekali menyuarakan eksklusivitas, yang merasa orang lain sebagai musuhnya. Jangan pilih mereka,” tegasnya.

Meskipun memilih adalah hak asasi setiap warga gereja, kata dia, jangan sampai tidak memilih alias golput. “Soalnya kalau kita tidak memilih, orang lain yang akan menentukan nasib kita. Dan ini sangat berbahaya,” ujar imam asal Keuskupan Palembang itu.

Menurutnya, memilih adalah sikap orang merdeka yang tidak menyerahkan penentuan nasib dan masa depannya kepada orang lain. Karena menjadi golput hanya akan menguntungkan pihak yang tidak kita sukai.



Tidak Harus Seagama

Jeirry Sumampow, Koordinator TePI
Apakah harus memilih yang seagama? “Tidak semua caleg yang seagama kualitas dan integritasnya baik. Jadi, sebuah agama bukan jaminan bahwa dia caleg berkualitas,” cetus Jeirry Sumampow, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TePi).  Jeirry juga menegaskan untuk tidak memilih mereka yang senang “curi start” dengan berkampanye terselubung di gereja-gereja.


Para caleg itu sebenarnya paham peraturannya, tetapi tetap saja melanggarnya. Bahayanya, kata dia,  karena mereka nanti yang akan membuat peraturan-peraturan untuk kepentingan publik. “Cara berpikirnya saja sudah curang. Bagaimana nanti kalau dia menjabat?” alasan Jeirry.


“Secara umum seorang pemimpin harus punya kemampuan leadership dan bukan seorang peragu. Ia juga tidak berpikir sektarian, misalnya  dalam kasus Ahmadiyah dan perda-perda syariah,” kata Jacob Tobing, Presiden Institut Leimena.



Caleg Kristen?

Yerry Tawalujan
Yerry Tawalujan dari Forum Umat Kristen Indonesia (FUKRI) sepakat, bukan harga mati orang Kristen harus memilih caleg beragama Kristen. “Harus dilihat juga bagaimana rekam jejak dia selama ini? Apa saja yang sudah ia lakukan sebelum ia menjadi caleg? Dengan demikian ia bisa mengukur diri dan jemaat juga bisa mengukur kemampuan dia,” kata Yerry kepada Grollus dari INSPIRASI.

Hal lain, kata Yerry adalah, kemampuan caleg membangun jejaring dengan masyarakat luas. Persoalannya adalah bahwa caleg Kristen tersebut tidak hanya mewakili orang bergama Kristen, tetapi juga masyarakat yang plural.



Kalau caleg-caleg Kristen hanya mengandalkan atau berharap dari suara Kristen untuk memilih dirinya, belum layak dia sebagai seorang caleg. Jadi jangan hanya cari suara dari gereja,” imbau Yerry.



Pdt. Manuel E. Raintung
Sekretaris Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Wilayah (PGIW) Jakarta Pdt. Manuel E. Raintung menyadari bahwa para caleg Kristen masih kurang dipersiapkan oleh gereja. “Belum ada kaderisasi yang dilakukan dalam gereja Kristen. Caleg-caleg yang ada sekarang kan tumbuh saja secara alami,” ujar Raintung.  Hal ini terjadi karena para caleg tidak memperkenalkan diri mereka kepada lembaga gereja seperti PGI atau PGIW.


Gereja juga menurut Raintung masih terkesan malu-malu. Bahkan, gereja masih menganggap politik itu tabu. “Padahal sejatinya gereja bertanggung harus jawab atas politik. Salah satu bentuknya adalah dengan mempersiapkan caleg,” kata Raintung.


Orang Kristen bukan tamu. Kita adalah pemilik dan pembentuk sah dari negara ini. Karena itu, kalau kita memakai hak kita dengan cerdas, niscaya wakil yang kita pilih pasti berkualitas. (Lex)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar