Selasa, 08 April 2014

Liputan Khusus



Tips Memilih Caleg Berintegritas
Lihat Rekam Jejak Partai & Caleg


Jeirry Sumampow, Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TePi) telah berkeliling ke berbagai gereja dan lembaga di Indonesia untuk memberikan pembekalan tentang pemilu. Akhir Januari lalu, mantan Koordinator Nasional JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat)  itu menerima INSPIRASI usai dari Merauke. Berikut tuntunan praktis Jeirry terkait pemilu legislatif pada 9 April 2014.

Apa kriteria calon legislatif (caleg) yang dapat dipilih oleh jemaat?
Pertama, jangan pernah melihat caleg berdasarkan agama. Tidak semua caleg yang seagama dengan pemilih itu berkualitas.  Kedua, lihat rekam jejak atau latar belakangnya. Kalau seorang caleg pernah terindikasi atau terlibat dalam kasus korupsi, suap dan soal-soal yang terkait dengan keuangan meskipun baru disinggung-singgung (belum diputuskan bersalah oleh pengadilan-red), sebaiknya jangan dipilih. Karena dia berpotensi melakukannya kembali di kemudian hari.

Ketiga, jangan pilih caleg yang senang melanggar peraturan.  Saat ini ada banyak caleg yang sengaja melanggar aturan. Mereka tahu bahwa di gereja tidak boleh memasang alat peraga, membagi kartu nama, tetapi mereka tetap saja melakukannya. Celakanya hal ini diperbolehkan oleh gereja. Ini tampak sepele, tetapi kalau ingin menjadi calon legislatif yang terhormat, mereka tidak boleh melanggar proses awal ini. Soalnya, merekalah nanti yang membuat peraturan. Cara berpikirnya saja sudah curang. Bagaimana nanti kalau mereka menjabat? Dalam hal ini, gereja ikut bersalah karena membiarkan sebuah pelanggaran dilakukan di dalam gereja.

Keempat, jangan memilih caleg atau partai yang menggalang dukungan berdasarkan uang.  Ini akan merusak proses demokrasi. Karena kalau seorang caleg memberi Anda uang, ke depannya ia tidak akan memperhatikan Anda dan konstituennya. Ia lebih fokus pada cara untuk mengembalikan semua uang yang sudah ia keluarkan.  Ia tidak peka lagi dengan persoalan masyarakat. Saat masyarakat membutuhkan sesuatu, ia akan memberi uang. Kalau orang-orang seperti ini yang kita pilih,  negara ini akan semakin rusak.

Apakah orang Kristen hanya boleh memilih partai yang nasionalis?
Saya tidak mengatakan bahwa orang Kristen harus memilih partai yang nasionalis, seolah-olah semua partai nasionalis itu baik. Pengalaman kami menunjukkan  banyak partai nasionalis yang tidak memperjuangkan secara sungguh-sungguh kebebasan beribadah, misalnya soal pendirian rumah ibadah. PGI punya pengalaman panjang soal ini. Banyak kasus yang kita advokasi di parlemen, tetapi partai-partai nasionalis tidak membelanya. Ingat juga bahwa tidak semua partai nasionalis platfrom-nya nasionalis. Jadi, lihat dulu partai nasionalis seperti apa yang akan dipilih. Cermati keberpihakannya selama ini.

Apalagi yang perlu dipertimbangkan?
Yang penting juga adalah jangan terlalu fokus kepada orangnya tanpa mempertimbangkan partai. Soalnya kita memakai sistem proporsional. Dalam sistem proporsional, peran partai sangat sentral. Menurut saya, yang pertama kita lihat adalah partainya, baru orangnya. Bisa saja kita memilih orangnya, tetapi partai tidak lolos threshold (batas perolehan suara minimal partai-partai dalam pemilu untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR dan DPRD, Red.) Ya sia-sialah pilihan kita. Trus, sehebat apa pun seseorang memperjuangkan sesuatu,  tetapi kalau partainya bilang “tidak”, dia juga tidak bisa apa-apa. Sistem di parlemen kita memperlihatkan bahwa partai harus yang utama.

Sebaiknya setiap orang mulai mencermati caleg di dapilnya masing-masing. Jangan terpengaruh dengan hiruk-pikuk caleg yang sering muncul di televisi. Karena orang akan memilih di dapilnya masing-masing. Supaya pas nyoblos kita tidak bingung lagi memilih. Pertimbangkan semua hal yang sudah saya sebutkan di atas tadi. (Lex)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar