Tips Memilih Caleg Berintegritas
Lihat Rekam Jejak Partai & Caleg
Jeirry Sumampow, Sekretaris Eksekutif Bidang
Diakonia Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan Koordinator Nasional
Komite Pemilih Indonesia (TePi) telah berkeliling ke berbagai gereja dan
lembaga di Indonesia untuk memberikan pembekalan tentang pemilu. Akhir Januari
lalu, mantan Koordinator Nasional JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk
Rakyat) itu menerima INSPIRASI usai dari Merauke. Berikut
tuntunan praktis Jeirry terkait pemilu legislatif pada 9 April 2014.
Apa kriteria
calon legislatif (caleg) yang dapat dipilih oleh jemaat?
Pertama, jangan pernah melihat caleg berdasarkan agama. Tidak
semua caleg yang seagama dengan pemilih itu berkualitas. Kedua, lihat rekam jejak atau latar
belakangnya. Kalau seorang caleg pernah terindikasi atau terlibat dalam
kasus korupsi, suap dan soal-soal yang terkait dengan keuangan meskipun baru
disinggung-singgung (belum diputuskan bersalah oleh pengadilan-red), sebaiknya
jangan dipilih. Karena dia berpotensi melakukannya kembali di kemudian hari.
Ketiga, jangan pilih caleg yang senang melanggar peraturan. Saat ini ada banyak caleg yang sengaja
melanggar aturan. Mereka tahu bahwa di gereja tidak boleh memasang alat peraga,
membagi kartu nama, tetapi mereka tetap saja melakukannya. Celakanya hal ini
diperbolehkan oleh gereja. Ini tampak sepele, tetapi kalau ingin menjadi calon
legislatif yang terhormat, mereka tidak boleh melanggar proses awal ini. Soalnya,
merekalah nanti yang membuat peraturan. Cara berpikirnya saja sudah curang. Bagaimana
nanti kalau mereka menjabat? Dalam hal ini, gereja ikut bersalah karena
membiarkan sebuah pelanggaran dilakukan di dalam gereja.
Keempat, jangan memilih caleg atau partai yang menggalang dukungan
berdasarkan uang. Ini akan merusak
proses demokrasi. Karena kalau seorang caleg memberi Anda uang, ke depannya ia
tidak akan memperhatikan Anda dan konstituennya. Ia lebih fokus pada cara untuk
mengembalikan semua uang yang sudah ia keluarkan. Ia tidak peka lagi dengan persoalan
masyarakat. Saat masyarakat membutuhkan sesuatu, ia akan memberi uang. Kalau orang-orang
seperti ini yang kita pilih, negara ini akan
semakin rusak.
Apakah
orang Kristen hanya boleh memilih partai yang nasionalis?
Saya tidak mengatakan bahwa orang Kristen harus memilih partai yang
nasionalis, seolah-olah semua partai nasionalis itu baik. Pengalaman kami
menunjukkan banyak partai nasionalis
yang tidak memperjuangkan secara sungguh-sungguh kebebasan beribadah, misalnya
soal pendirian rumah ibadah. PGI punya pengalaman panjang soal ini. Banyak
kasus yang kita advokasi di parlemen, tetapi partai-partai nasionalis tidak
membelanya. Ingat juga bahwa tidak semua partai nasionalis platfrom-nya nasionalis. Jadi, lihat dulu partai nasionalis seperti
apa yang akan dipilih. Cermati keberpihakannya selama ini.
Apalagi
yang perlu dipertimbangkan?
Yang penting juga adalah jangan terlalu fokus kepada orangnya tanpa
mempertimbangkan partai. Soalnya kita memakai sistem proporsional. Dalam sistem
proporsional, peran partai sangat sentral. Menurut saya, yang pertama kita
lihat adalah partainya, baru orangnya. Bisa saja kita memilih orangnya, tetapi
partai tidak lolos threshold (batas
perolehan suara minimal partai-partai dalam pemilu untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi
di DPR dan DPRD, Red.) Ya sia-sialah pilihan kita. Trus, sehebat apa pun seseorang
memperjuangkan sesuatu, tetapi kalau partainya
bilang “tidak”, dia juga tidak bisa apa-apa. Sistem di parlemen kita
memperlihatkan bahwa partai harus yang utama.
Sebaiknya setiap orang mulai mencermati caleg di dapilnya
masing-masing. Jangan terpengaruh dengan hiruk-pikuk caleg yang sering muncul
di televisi. Karena orang akan memilih di dapilnya masing-masing. Supaya pas
nyoblos kita tidak bingung lagi memilih. Pertimbangkan semua hal yang sudah
saya sebutkan di atas tadi. (Lex)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar