Melihat Wajah Tuhan
dalam Diri Sesama
Sebuah komunitas keagamaan di suatu kota merasa jumlah
pengikutnya semakin menurun. Sementara dari mereka yang tersisa juga tampak
tidak memiliki antusiasme. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang pasif, tidak
memiliki inisiatif apa-apa untuk mengembalikan jumlah anggotanya. Mereka
cenderung acuh tak acuh atas semua program yang digagas. Komunitas itu nampak
sangat memprihatinkan.
Berbagai upaya sudah dilakukan, namun semua itu belum
menunjukkan hasil sebagaimana diharapkan. Saat mereka hampir lunglai dan mati
daya, tiba-tiba salah seorang dari anggota senior menceritakan pengalamannya.
Malaikat yang Menyamar
Pria tua itu berkata bahwa semalam dia
dikunjungi oleh Tuhan. Dalam kunjungan itu, Tuhan menyampaikan pesan demikian: “Ketahuilah
bahwa salah satu dari kalian adalah seorang malaikat Tuhan yang sedang menyamar.”
Pengalaman spiritualnya itu kemudian
diceritakan kepada orang-orang di komunitasnya. Hal ini menarik banyak orang
untuk mengetahui, siapa sesungguhnya malaikat Tuhan yang menyamar itu.
Mendapatkan pertanyaan demikian, pria itu berkata: “Tuhan tidak menjelaskan
siapa orang itu. Tuhan juga tidak menyebutkan seperti apa cirri-ciri orang
tersebut. Dia hanya mengatakan bahwa salah satu dari kita adalah malaikat Tuhan
yang sedang menyamar.”
Kesaksian pria tua itu ternyata
menghasilkan dampak yang luar biasa. Sekarang setiap orang mulai memperlakukan
orang lain yang ada di dalam komunitas itu dengan sangat baik. Mereka tampak
lebih akrab satu sama lain. Tutur kata mereka menjadi semakin ramah. Mereka
juga menunjukkan kepedulian yang tulus. Komunitas itu menjadi semakin hidup dan
hangat. Setiap orang yang ada di dalamnya merasakan sesuatu yang berbeda
dibandingkan dengan waktu sebelumnya.
Semua keindahan itu juga terlihat oleh
banyak orang di luar komunitas mereka. Semua itu menarik banyak orang untuk
mengetahui lebih banyak. Perlahan-lahan jumlah mereka bertambah dari waktu ke
waktu. Jumlah mereka pun bertambah secara drastis.
Sementara itu sikap-sikap
penerimaan dan kehangatan membuat setiap orang yang bergabung menjadi semakin
bersungguh-sungguh. Mereka merasa betul-betul dihargai. Apa pun latar belakang
mereka, semua tampak seperti sebuah keluarga. Setiap orang di antara mereka berusaha
menemukan wajah Tuhan di dalam diri sesamanya.
Berjuta Wajah Tuhan
Mother Teresa bersama warga marjinal di India. (www.dailymail.co.uk) |
Ya… memandang wajah Tuhan di dalam
diri sesama membuat setiap kita mampu menerima sesama sebagaimana kita diterima
oleh Tuhan. Jika itu yang kita lakukan, dunia ini dapat dipastikan akan semakin
indah dan nyaman untuk ditempati. Memandang wajah Tuhan di dalam diri sesama
membuat kita mampu mengekspresikan kasih dengan tulus, tanpa pamrih dan
sungguh-sungguh.
Memandang wajah Tuhan di dalam diri sesama membuat kita mampu
meruntuhkan sekat-sekat dan tembok-tembok pemisah yang selama ini membatasi
kebersamaan dan interaksi kita dengan sesama. Karena pada kenyataanya setiap
kita adalah sama, yang membedakan hanyalah fungsinya dan bukan kediriannya. Dan,
yang tidak boleh kita lupa adalah “aku ada karena orang lain ada”.
Siapa diri kita bukanlah sepenuhnya
kita yang menentukan, tetapi selalu ada orang lain yang ikut andil di dalamnya. Kita bisa menjadi
sebagaimana kita sekarang ini karena ada kedua orangtua yang merawat dan
mendampingi sejak kita dihadirkan di tengah-tengah dunia ini. Ada guru-guru di masa
kanak-kanak kita. Ada banyak orang di sekitar kita yang membuat kita semakin “sempurna”.
Tanpa orang lain, kita bukanlah
siapa-siapa. Oleh karena itu, penghargaan terhadap sesama kita bukan hanya
sepatutnya, tetapi juga seharusnya. Bukan hanya sepantasnya, tetapi juga
selayaknya. Penghargaan kita kepada sesama juga akan menolong diri kita sendiri
untuk menjadi semakin pantas di hadapan sesama kita.
Untuk itu hadirkanlah wajah Tuhan di
dalam wajah sesama kita. Temukanlah Tuhan di dalam diri sesama kita – setelah
itu nikmatilah kebahagiannya. (Imanuel Kristo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar