Minggu, 23 Maret 2014

Monday Spirit



Melihat Wajah Tuhan dalam Diri Sesama


Sebuah komunitas keagamaan di suatu kota merasa jumlah pengikutnya semakin menurun. Sementara dari mereka yang tersisa juga tampak tidak memiliki antusiasme. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang pasif, tidak memiliki inisiatif apa-apa untuk mengembalikan jumlah anggotanya. Mereka cenderung acuh tak acuh atas semua program yang digagas. Komunitas itu nampak sangat memprihatinkan. 
Berbagai upaya sudah dilakukan, namun semua itu belum menunjukkan hasil sebagaimana diharapkan. Saat mereka hampir lunglai dan mati daya, tiba-tiba salah seorang dari anggota senior menceritakan pengalamannya.

Malaikat yang Menyamar
Pria tua itu berkata bahwa semalam dia dikunjungi oleh Tuhan. Dalam kunjungan itu, Tuhan menyampaikan pesan demikian: “Ketahuilah bahwa salah satu dari kalian adalah seorang malaikat Tuhan yang sedang menyamar.”
Pengalaman spiritualnya itu kemudian diceritakan kepada orang-orang di komunitasnya. Hal ini menarik banyak orang untuk mengetahui, siapa sesungguhnya malaikat Tuhan yang menyamar itu. Mendapatkan pertanyaan demikian, pria itu berkata: “Tuhan tidak menjelaskan siapa orang itu. Tuhan juga tidak menyebutkan seperti apa cirri-ciri orang tersebut. Dia hanya mengatakan bahwa salah satu dari kita adalah malaikat Tuhan yang sedang menyamar.”
Kesaksian pria tua itu ternyata menghasilkan dampak yang luar biasa. Sekarang setiap orang mulai memperlakukan orang lain yang ada di dalam komunitas itu dengan sangat baik. Mereka tampak lebih akrab satu sama lain. Tutur kata mereka menjadi semakin ramah. Mereka juga menunjukkan kepedulian yang tulus. Komunitas itu menjadi semakin hidup dan hangat. Setiap orang yang ada di dalamnya merasakan sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan waktu sebelumnya. 
Semua keindahan itu juga terlihat oleh banyak orang di luar komunitas mereka. Semua itu menarik banyak orang untuk mengetahui lebih banyak. Perlahan-lahan jumlah mereka bertambah dari waktu ke waktu. Jumlah mereka pun bertambah secara drastis. 
Sementara itu sikap-sikap penerimaan dan kehangatan membuat setiap orang yang bergabung menjadi semakin bersungguh-sungguh. Mereka merasa betul-betul dihargai. Apa pun latar belakang mereka, semua tampak seperti sebuah keluarga. Setiap orang di antara mereka berusaha menemukan wajah Tuhan di dalam diri sesamanya.

Berjuta Wajah Tuhan
Mother Teresa bersama warga marjinal di India. (www.dailymail.co.uk)
Ya… memandang wajah Tuhan di dalam diri sesama membuat setiap kita mampu menerima sesama sebagaimana kita diterima oleh Tuhan. Jika itu yang kita lakukan, dunia ini dapat dipastikan akan semakin indah dan nyaman untuk ditempati. Memandang wajah Tuhan di dalam diri sesama membuat kita mampu mengekspresikan kasih dengan tulus, tanpa pamrih dan sungguh-sungguh. 
Memandang wajah Tuhan di dalam diri sesama membuat kita mampu meruntuhkan sekat-sekat dan tembok-tembok pemisah yang selama ini membatasi kebersamaan dan interaksi kita dengan sesama. Karena pada kenyataanya setiap kita adalah sama, yang membedakan hanyalah fungsinya dan bukan kediriannya. Dan, yang tidak boleh kita lupa adalah “aku ada karena orang lain ada”.
Siapa diri kita bukanlah sepenuhnya kita yang menentukan, tetapi selalu ada orang lain yang  ikut andil di dalamnya. Kita bisa menjadi sebagaimana kita sekarang ini karena ada kedua orangtua yang merawat dan mendampingi sejak kita dihadirkan di tengah-tengah dunia ini. Ada guru-guru di masa kanak-kanak kita. Ada banyak orang di sekitar kita yang membuat kita semakin “sempurna”
Tanpa orang lain, kita bukanlah siapa-siapa. Oleh karena itu, penghargaan terhadap sesama kita bukan hanya sepatutnya, tetapi juga seharusnya. Bukan hanya sepantasnya, tetapi juga selayaknya. Penghargaan kita kepada sesama juga akan menolong diri kita sendiri untuk menjadi semakin pantas di hadapan sesama kita.
Untuk itu hadirkanlah wajah Tuhan di dalam wajah sesama kita. Temukanlah Tuhan di dalam diri sesama kita – setelah itu nikmatilah kebahagiannya. (Imanuel Kristo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar