TUHAN PUN
TERSENTUH
Tersebutlah
seorang filsuf bernama Moses Mendelssohn. Ia dikenal sebagai orang yang
bijaksana dan penuh belas kasihan. Hanya satu kekurangannya: ia punya cacat di
punggungnya.
Mendelssohn
jatuh cinta pada Gretschen, gadis cantik putri seorang direktur bank yang kaya
raya. Dan rupanya cintanya tak seimbang. Ia bertepuk sebelah tangan.
Sampai-sampai Mendelsohn memutuskan akan pergi sejauh mungkin dari kotanya
sesudah mengucapkan selamat tinggal kepada Gretschen.
Setelah
mendapat izin dari ayah sang gadis, Mendelsohn menemuinya. Gretschen ia dapati
tengah duduk di tingkat atas, sibuk dengan pekerjaan tangannya, dan
mendengarkan acuh tak acuh pada apa yang dikatakan Mendelsohn.
Percakapan
itu demikian dingin dan kering hingga sampailah mereka pada topik tentang
pernikahan. Dan gadis itu bertanya kepada Mendelsohn, “Apakah engkau percaya
bahwa semua pernikahan telah ditentukan sebelumnya di surga?”
Pengorbanan Cinta
Mendelsohn
berpikir untuk memberikan pendapatnya. Dan kemudian katanya, “Ya, tentu
saja aku percaya.” Lalu dengan cepat Mendelssohn meminta izin menceritakan
sesuatu yang belum pernah diketahui gadis itu.
“Gretschen yang
kusayangi, dengarkanlah kisahku. Seperti juga mungkin engkau telah tahu bahwa
ketika seorang anak laki-laki dilahirkan, para malaikat akan sibuk
mengumumkannya agar semua mengetahuinya. Pada saat itu pula ditentukan gadis
mana yang kelak menjadi isteri anak lelaki tersebut. Jadi, sejak
dari surga sana, kami para lelaki sudah ditakdirkan menikah dengan perempuan
tertentu, dan itu tidak tergantikan.”
Suasana hening.
Dan Mendelssohn meneruskan ceritanya.
“Demikianlah,
Gretschen. Ketika aku lahir, para malaikat pun membuat pengumuman. Dan ketika
mereka akan mengumumkan siapa yang akan menjadi isteriku, mereka terdiam dengan
lidah kelu. Mereka terperanjat karena sadar, yang akan menjadi isteriku adalah
seorang gadis yang punya cacat di punggungnya. ”Astaga, isteri Mendelssohn
cacat,” teriak para malaikat itu.
Aku juga
mendengar suara mereka. Aku juga terkejut, dan tidak rela karena merasa tak
adil bagi gadis itu. Maka aku segera berteriak meminta Tuhan meralat
keputusannya. ”Jangan Tuhan!”, kataku, ”sebab seorang gadis yang cacat akan
merasa tersisih dan menjadi bahan ejekan orang seumur hidup. Tolonglah Tuhan, berikan
saja cacat itu kepadaku dan biarlah gadis itu Engkau bentuk secara sempurna.”
Dan, engkau
boleh tahu, Gretschen. Tuhan mendengar permohonanku dan aku sangat gembira.
Akulah anak laki-laki tersebut dan kamulah gadis itu.”
Menurut hikayat
yang sudah diceritakan berabad-abad, Gretschen tersentuh hatinya dan ia
akhirnya menjadi isteri yang setia bagi Mendelssohn. (Sumber: Berbijak Sejenak, 100 Cerita Bermakna,
Hlm. 3-5)
***
CINTA: Berbagi Kebahagiaan
Kegembiraan
melihat dan membuat orang lain berbahagia adalah salah satu tujuan
pelayanan. Untuk itu dibutuhkan bukan hanya kesediaan memberi tanpa pamrih,
tetapi juga kemuliaan hati untuk berkorban. Itulah yang ada pada Mendelssohn
ketika mengiba kepada Tuhan di depan para malaikat. Ia ingin melihat gadis itu
kelak hidup berbahagia, tidak dicemooh oleh teman-temannya sebaya. Dan Mendelssohn
memiliki hati yang mulia untuk bersedia mengambil kekurangan itu.
Dua hal ini:
kesediaan memberi tanpa pamrih dan kemuliaan hati untuk memikul beban orang
lain, membuat hati Tuhan tersentuh. Ia mengabulkan permintaan Mendelson, dan
kelak, gadis yang kepada siapa Mendelsohn mempersembahkan pelayanannya itu –
Gretschen yang cantik dan sempurna– juga turut luluh hatinya, dan menerima
pinangan Mendelssohn.
Apa yang
menggerakkan seseorang supaya dapat menghayati pekerjaannya sebagai pelayanan?
Banyak jawaban untuk hal ini. Tetapi hikayat ini menyodorkan cinta sebagai
jawabannya. Cinta Mendelssohn kepada Gretschen membuat ia menyediakan diri
mengambil pengorbanan yang diperlukan, yakni memuliakan diri memikul beban
pilihannya.
Cinta pada
pekerjaan (filia) adalah sumber semangat dalam penghayatan kerja sebagai
pelayanan. Cinta pada pekerjaan membuat seseorang mampu melihat hal-hal
menyenangkan pada tugas-tugas yang bagi orang lain mungkin dianggap beban.
Cinta pada pekerjaan juga menghasilkan kegembiraan ketika membayangkan
kebahagiaan yang akan dirasakan oleh mereka yang menikmati hasil karyanya.
Dengan cinta
setiap individu mengarahkan energi hidupnya untuk memberi kemampuan terbaiknya
tanpa pamrih. Pemberian itu mengalir melalui saluran kemuliaan hati.
Mereka yang menikmati karya dan pelayanan itu mendapatkan kegembiraan, serta
pada saat bersamaan, turut memperbarui energi hidup mereka, sehingga mereka
senantiasa dimampukan melayani.
Maka genaplah
apa yang dikatakan para bijak, “Jika engkau ingin menggandakan
kebahagiaan, maka satu-satunya cara ialah: bagilah kebahagiaan itu.”
Gagasan untuk Diterapkan:
1.
Milikilah hati seperti Gretschen: membuka hati terhadap
sapaan cinta dari pepohonan, rerumputan, atau bebungaan; merasakan kasih mesra
dari angin semilir, bengawan mengalir, atau rembulan menghampir; serta
menikmati himbauan cinta semesta dari pekerjaan, tugas, dan kewajiban Anda.
2.
Punyailah jiwa seperti Mendelsohn: mampu melihat kemuliaan cinta di hadapan
serba kekurangan dirinya, sanggup berkorban demi apa yang dicintainya, serta
percaya sepenuhnya pada kekuatan cinta?
[Jansen Sinamo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar