RAJA YANG LEMAH
"Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala
kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan
menegur seorang akan yang lain." (Kol. 3:16a)
Konon di negeri Antah Berantah
memerintahlah seorang raja yang bijaksana. Apa
pun yang dititahkannya selalu dikerjakan para punggawanya dengan segera.
Namun, para abdi istana itu punya satu kebiasaan buruk: terlalu suka mencari
perhatian, menjilat, dan angkat telur.
Kalau kebetulan berjalan
beriringan, mereka akan berlomba-lomba “menyenangkan” hati raja dengan cara
memuja-mujinya. Yang satu berkata: Tuanku adalah raja yang paling bijaksana di
dunia; tak ada raja lain di muka bumi ini yang melebihi kebijaksanaan baginda.
Yang lain tidak mau kalah: Kita sungguh bahagia memiliki raja yang amat
perkasa; tidak pernah kalah di dalam perang, semua tunduk belaka di hadapan
raja kita. Tidak mau ketinggalan, punggawa lain bersuara: Baginda raja
kita memang luar biasa; jangankan bala tentara musuh, flora dan fauna
pun akan tunduk dengan takzim bila tuanku lewat.
Demikianlah mereka menghalalkan
segala pujian untuk mencari muka.
Lama kelamaan, raja makin muak
dengan semua perlakuan tersebut dan mulai menyusun rencana untuk memberi sebuah
pelajaran.
Menguji Penjilat
Suatu hari, raja mengajak para
punggawanya berjalan-jalan di pantai. Seperti biasa, para abdi kraton ini
kembali berlomba-lomba mengeluarkan puji-pujian gombal.
Raja yang kehilangan kesabarannya
itu pun berujar, “Kalian mengatakan bahwa aku adalah seorang raja yang paling
hebat di muka bumi, benarkah begitu?”
“Ya, benar, Baginda. Itu jelas
belaka, semut dan ngengat pun tahu. Apa saja yang Baginda perintahkan pastilah
terjadi,” seperti koor yang bergaya kanon para punggawa itu menjawab.
“Betulkah kalau aku memerintahkan
rakyat membayar pajak, mereka akan mematuhinya?”
“O, sudah pasti, sudah pasti yang
mulia,” para punggawa itu berlomba cepat menjawab.
“Aku juga pernah mendengar, karena
keperkasaanku semua makhluk di dunia akan tunduk kepada perintahku. Benarkah
itu?”
“Benar, Baginda. Segala titah raja
pasti dituruti oleh apa pun dan siapa pun di muka bumi.”
Tanpa disadari, mereka sudah
menginjakkan kaki di bibir laut. Lalu raja bertanya lagi, “Apakah betul
kalau aku memerintahkan agar gelombang laut menari-nari, gelombang ini akan
menurut?”
Para punggawa itu tiba-tiba
terdiam dan berangsur pucat.
Lalu dengan gaya yang gagah dan
megah raja pun berseru, “Wahai lautan luas, samudera biru, aku memerintahkan
kamu untuk bergelora dan membentuk gelombang besar, lalu bergulung-gulunglah
untukku dan menarilah di hadapanku.”
Tetapi air laut ternyata tidak
tunduk kepada perintah raja. Berkali-kali raja
berseru demikian, namun laut tetap seperti sedia kala. Gelombang yang datang
tetap saja kecil yang dengan lembutnya menyapa dan mengempaskan diri ke pantai.
Raja mengalihkan pandangannya
kepada para abdinya. Mereka hanya bisa terdiam, membisu, tidak mampu
berkata-kata karena malu.
“Wahai para abdi dan punggawaku,
ternyata aku tak sehebat seperti yang kalian sanjung selama ini. Lihatlah laut
ini. Mereka sama sekali tidak tunduk kepada perintahku. Aku ternyata tidak sanggup
memerintah mereka. Aku ini manusia biasa saja seperti kalian, seorang anak
manusia yang ditakdirkan menjadi raja.
Raja maha perkasa seperti yang
kalian bilang itu adalah Tuhan serwa sekalian alam, sembahan kita semua. Untuk
itu, aku perintahkan kalian: agar mulai sekarang jangan mendewa-dewakan
aku lagi.”
***
Seni Mendidik dan Menegur
Banyak wajah seni yang kita tahu:
seni pahat, tari, lukis, puisi, pentas, dan sebagainya. Tetapi, seni yang kita
pelajari dari kisah di atas adalah seni mendidik dan seni menegur.
Raja memberikan pelajaran yang
penting dan berharga kepada para punggawanya dengan cara yang kreatif dan
efektif. Itulah salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin,
guru, dan orangtua karena
memang:
kepemimpinan, keguruan,
dan keorangtuaan adalah sebuah seni.
Seni diperlukan bukan saja untuk
memimpin, tetapi dalam semua aspek pekerjaan kita: produksi, transportasi,
komunikasi, motivasi, pemecahan masalah, perencanaan, pemasaran, keuangan, dan
sebagainya.
Kita semua dianugerahi Tuhan
dengan bakat atau talenta
yang beragam. Manfaatkanlah itu saat berolah kerja, niscaya kita akan
berkembang menjadi orang yang lebih kreatif dalam menyelesaikan pekerjaan
kita.
Gagasan untuk Diterapkan:
1. Anda
didera masalah berat? Berfantasilah seolah-olah Anda dianugerahi Tuhan
dengan serba kemampuan memecahkan masalah itu. Apa saja solusi yang muncul di
benak Anda?
2. Dapatkah
Anda membayangkan bola voli berbentuk kotak, rumah berbentuk spiral, atau
istana di dasar laut? Dapatkah Anda membayangkan diri menjadi Superman
yang bisa mengatasi korupsi dan kemiskinan di Indonesia? Cobalah lagi
berfantasi seperti zaman dulu saat masih anak-anak.
3. Mohonlah anugerah Roh Kudus dalam
bentuk kreativitas untuk memecahkan masalah Anda.
(Jansen Sinamo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar