Kamis, 03 Juli 2014

Inspirasi



TIRAM

Seorang sahabat mengajak saya dan keluarga makan di sebuah Oyster Bar di Victoria, British Columbia, persis di dekat Miniature World. Saat menikmati fresh oyster bersama sahabat lama inilah saya teringat dua kisah yang membuat saya geli sekaligus terinspirasi.

Cerita pertama saya  yakin Anda pun pernah menyaksikannya, yaitu salah satu episode ketika Mr. Bean makan di sebuah restoran. Sifat ‘manusia planet’ yang diperankan oleh Rowan Atkinson ini memang usil dan tidak pernah mau kalah oleh orang lain. Ketika melihat seorang pria mengambil satu makanan, dia mengambil dua. Demikian juga saat si pria mengambil satu piring tiram, dia mengambil dua piring tiram yang ternyata setelah dia makan adalah tiram basi.

Pengkhotbah Tidak Berpendidikan
Kisah kedua terjadi pada zaman John Wesley. Saat itu, para pengkhotbah dengan pendidikan terbatas kadang-kadang berkhotbah dalam suatu ibadah. Seorang pria memakai Lukas 19:21A yang berbunyi “I feared you, because you are an austere man” sebagai bahan khotbahnya. Dia mengira teks itu berbunyi, “… an oyster man” atau “seorang pencari oyster (tiram)”.  Dia lalu menjelaskan bahwa seorang pencari tiram haruslah meraba-raba di air laut yang gelap dan dingin untuk mengambil tiram. Di dalam usahanya itu tangannya tergores kulit tiram yang tajam.

Setelah mendapatkan tiram itu, dia naik ke permukaan, menggenggam tiram itu “dengan tangannya yang terluka dan berdarah.”  Pengkhotbah itu kemudian menambahkan, “Kristus turun dari kemuliaan surga ke dunia yang dipenuhi manusia berdosa untuk membawa mereka kembali kepada Tuhan dalam kemuliaan surga. Tangan-Nya yang terluka dan berdarah adalah tanda-tanda begitu berharganya objek yang Dia cari.”

Selesai ibadah, dua belas orang menerima Kristus. Mereka menjadi orang Kristen. Pada malam itu juga, seseorang datang menemui John Wesley. Mereka datang untuk melaporkan pengkhotbah yang tidak berpendidikan itu, yang mengabaikan arti sebenarnya dari teks yang sedang mereka khotbahkan.
Pendeta yang lulusan Oxford itu dengan sederhana berkata, “Nggak masalah. Tuhan mendapatkan dua belas tiram malam ini.”

Butir-Butir Mutiara
Kita bisa mendapatkan butir-butir mutiara yang indah dari kisah tentang tiram ini.Mutiara pertama, Tuhan bisa memakai orang yang tidak berpendidikan untuk menjalankan perintah-Nya. Hal ini membuat kita menilik jauh ke relung hati kita sendiri. Apakah kita yang—mungkin saja merasa lebih berpendidikan dari pengkhotbah awam itu—punya semangat yang sama untuk menjala jiwa? 

Ayat Firman Tuhan ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita: “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat,  dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti,  supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1 Korintus 1:27-29).

Kedua, saat kita beribadah, kita seharusnya fokus kepada Tuhan dan tidak membiarkan panca indra dan pikiran kita melayang ke mana-mana. Ketika beribadah di sebuah gereja, karena begitu khusuknya berdoa, Dante Alighieri tidak berlutut pada saat tertentu. Orang-orang yang tidak suka dengannya langsung datang ke Uskup dan menuntut agar Dante dihukum karena melanggar tradisi dan liturgi.

Dante membela diri dengan berkata, “Jika mereka yang menuduh saya sungguh-sungguh memusatkan mata dan pikiran mereka kepada Tuhan seperti yang saya lakukan, mereka pasti tidak akan memperhatikan hal-hal yang terjadi di sekeliling mereka dan pasti tidak tahu apa yang saya perbuat.” (Today in the Word, edisi 10 Maret 1993). Orang-orang yang melaporkan pengkhotbah awam kepada John Wesley mengira bahwa pendeta Gereja Methodist itu akan memanggil dan memarahi pengkhotbah tak berpendidikan itu.

Ketiga, jika kita sibuk bekerja, kita tentu tidak punya waktu untuk bergosip ria. Saya pernah mendapat kiriman BBM yang berbunyi: “Orang kecil membicarakan orang lain. Orang sedang membicarakan pekerjaan. Orang besar menemukan ide-ide baru!” Ada banyak macam variasi dari kata-kata bijak ini yang intinya meminta kita untuk—meminjam istilah Stephen R. CoveyPut First Things First, yang dalam kalimat lengkapnya: “The main thing is to put the main thing the main thing.” Pendeknya, utamakan yang utama!

Saat saya menulis kolom ini, saya sedang merapikan daftar kontak dan group BBM maupun WhatsApp yang saya miliki. Ada grup-grup yang saya accept hanya gara-gara tidak enak untuk menolak mulai saya pertimbangkan untuk leave group. Di samping mengganggu—karena ada grup yang hanya diramaikan oleh gosip—juga memboroskan baterai. Ada lagi yang jauh lebih prinsipiil, yaitu menghabiskan waktu saya. 

Saya pun jarang melongok FaceBook maupun cuit-cuit di Twitter. Jika membukanya, saya hanya mencari trending topic yang mungkin cocok untuk bahan khotbah di gereja, mengajar di kampus, bahan tulisan di media massa, maupun untuk menulis buku. Seorang sahabat saya, dosen komunikasi di sebuah kampus, bahkan meniadakan waktu nonton televisi sama sekali. “Lebih baik saya pakai untuk mengerjakan hal lain yang lebih produktif,” ujarnya.

Keempat, jika ada orang-orang yang ‘tipis’ telinga dan ‘lancip’ mulut melaporkan kepada kita orang-orang yang—menurut mereka—melakukan kesalahan, kita perlu belajar dari Aristoteles. Ketika dilapori seorang muridnya bahwa ada orang-orang yang menjelekkannya, filsuf besar ini berkata, “Apakah yang hendak kamu laporkan itu lulus empat saringan?” Satu, apa itu benar? Dua, apa itu baik? Tiga, apa itu bermanfaat? Empat, ini yang paling penting, apa Anda dengar sendiri? Nah, jika tidak lulus saringan, lebih baik kita jadikan bahan introspeksi diri.

Pelajaran Berharga
Lalu, apa yang kita dapatkan dari ‘episode makan tiram’ snap shot Mr. Bean? Ada dua tiram yang kita peroleh. Tiram pertama, jangan usil. Ada yang berkata, “Jangan iseng.” Saya lebih senang memakai kata ‘usil’. Mengapa? Karena ada “iseng-iseng berhadiah” seperti mengisi TTS dan kupon undian he, he, he. Keusilan sering membuat kita celaka sendiri.

Saya ingat, suatu kali saya sedang melayani di luar negeri. Karena begitu akrab dengan pendeta dan isteri yang mengundang saya, kami jadi seperti keluarga sendiri.  Suatu kali, saya baru keluar dari toilet. Begitu keluar saya melihat isteri teman saya itu sedang ‘say sorry’ pada seorang bule tinggi besar. Ketika saya tanya alasannya dia berkata, “Tadi saya kira you yang keluar dan saya kagetin. Ternyata keliru orang lain!” Giliran saya yang ngakak melihat wajahnya yang ‘unyu’ he, he, he.

Tiram kedua, jangan serakah. Saya pernah membaca sebuah peribahasa yang berbunyi, “Keserakahan adalah menggali kubur dengan gigi sendiri!” Tepat sekali. Setiap kali makan di all-you-can-eat restaurants saya selalu mengingatkan diri saya sendiri untuk tidak makan terlalu banyak. Seorang hamba Tuhan senior pernah menasihati saya untuk berhenti makan sebelum kenyang. Ada benarnya. Apa gunanya kita memperoleh seluruh makanan tetapi kehilangan kesehatan kita? Apalagi jika yang kita pilih adalah makanan ‘termahal’ di situ yang ternyata juga ‘terbanyak’ kolesterolnya?
Mari belajar pada tiram! (Xavier Quentin Pranata)

* Penulis dapat dihubungi di www.xavierquentin.com dan www.xavier.web.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar