TIRAM
Seorang sahabat mengajak saya dan keluarga makan di sebuah Oyster Bar
di Victoria, British Columbia, persis di dekat Miniature World. Saat menikmati fresh oyster bersama sahabat lama inilah
saya teringat dua kisah yang membuat saya geli sekaligus terinspirasi.
Cerita pertama saya yakin Anda
pun pernah menyaksikannya, yaitu salah satu episode ketika Mr. Bean makan di
sebuah restoran. Sifat ‘manusia planet’ yang diperankan oleh Rowan Atkinson ini
memang usil dan tidak pernah mau kalah oleh orang lain. Ketika melihat seorang
pria mengambil satu makanan, dia mengambil dua. Demikian juga saat si pria mengambil
satu piring tiram, dia mengambil dua piring tiram yang ternyata setelah dia
makan adalah tiram basi.
Pengkhotbah Tidak Berpendidikan
Kisah kedua terjadi pada zaman John Wesley. Saat itu, para pengkhotbah
dengan pendidikan terbatas kadang-kadang berkhotbah dalam suatu ibadah. Seorang
pria memakai Lukas 19:21A yang berbunyi “I
feared you, because you are an austere man” sebagai bahan khotbahnya. Dia
mengira teks itu berbunyi, “… an oyster
man” atau “seorang pencari oyster (tiram)”.
Dia lalu menjelaskan bahwa seorang pencari tiram haruslah meraba-raba di
air laut yang gelap dan dingin untuk mengambil tiram. Di dalam usahanya itu
tangannya tergores kulit tiram yang tajam.
Setelah mendapatkan tiram itu, dia naik ke permukaan, menggenggam tiram
itu “dengan tangannya yang terluka dan berdarah.” Pengkhotbah itu kemudian menambahkan, “Kristus
turun dari kemuliaan surga ke dunia yang dipenuhi manusia berdosa untuk membawa
mereka kembali kepada Tuhan dalam kemuliaan surga. Tangan-Nya yang terluka dan
berdarah adalah tanda-tanda begitu berharganya objek yang Dia cari.”
Selesai ibadah, dua belas orang menerima Kristus. Mereka menjadi orang
Kristen. Pada malam itu juga, seseorang datang menemui John Wesley. Mereka
datang untuk melaporkan pengkhotbah yang tidak berpendidikan itu, yang
mengabaikan arti sebenarnya dari teks yang sedang mereka khotbahkan.
Pendeta yang lulusan Oxford itu dengan sederhana berkata, “Nggak masalah. Tuhan mendapatkan dua belas tiram malam ini.”
Pendeta yang lulusan Oxford itu dengan sederhana berkata, “Nggak masalah. Tuhan mendapatkan dua belas tiram malam ini.”
Butir-Butir Mutiara
Kita bisa mendapatkan butir-butir mutiara yang indah dari kisah tentang
tiram ini.Mutiara pertama, Tuhan bisa
memakai orang yang tidak berpendidikan untuk menjalankan perintah-Nya. Hal ini
membuat kita menilik jauh ke relung hati kita sendiri. Apakah kita yang—mungkin
saja merasa lebih berpendidikan dari pengkhotbah awam itu—punya semangat yang
sama untuk menjala jiwa?
Ayat Firman Tuhan ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita: “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih
Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi
dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina
bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk
meniadakan apa yang berarti, supaya
jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1
Korintus 1:27-29).
Kedua, saat kita beribadah,
kita seharusnya fokus kepada Tuhan dan tidak membiarkan panca indra dan pikiran
kita melayang ke mana-mana. Ketika beribadah di sebuah gereja, karena begitu
khusuknya berdoa, Dante Alighieri
tidak berlutut pada saat tertentu. Orang-orang yang tidak suka dengannya
langsung datang ke Uskup dan menuntut agar Dante dihukum karena melanggar
tradisi dan liturgi.
Dante membela diri dengan berkata, “Jika mereka yang menuduh saya
sungguh-sungguh memusatkan mata dan pikiran mereka kepada Tuhan seperti yang
saya lakukan, mereka pasti tidak akan memperhatikan hal-hal yang terjadi di
sekeliling mereka dan pasti tidak tahu apa yang saya perbuat.” (Today in the Word, edisi 10 Maret 1993).
Orang-orang yang melaporkan pengkhotbah awam kepada John Wesley mengira bahwa
pendeta Gereja Methodist itu akan memanggil dan memarahi pengkhotbah tak berpendidikan
itu.
Ketiga, jika kita sibuk
bekerja, kita tentu tidak punya waktu untuk bergosip ria. Saya pernah mendapat
kiriman BBM yang berbunyi: “Orang kecil membicarakan orang lain. Orang sedang
membicarakan pekerjaan. Orang besar menemukan ide-ide baru!” Ada banyak macam
variasi dari kata-kata bijak ini yang intinya meminta kita untuk—meminjam
istilah Stephen R. Covey—Put First Things First, yang dalam
kalimat lengkapnya: “The main thing is to
put the main thing the main thing.” Pendeknya, utamakan yang utama!
Saat saya menulis kolom ini, saya sedang merapikan daftar kontak dan
group BBM maupun WhatsApp yang saya miliki. Ada grup-grup yang saya accept hanya gara-gara tidak enak untuk
menolak mulai saya pertimbangkan untuk leave
group. Di samping mengganggu—karena ada grup yang hanya diramaikan oleh
gosip—juga memboroskan baterai. Ada lagi yang jauh lebih prinsipiil, yaitu
menghabiskan waktu saya.
Saya pun jarang melongok FaceBook maupun cuit-cuit di Twitter. Jika
membukanya, saya hanya mencari trending
topic yang mungkin cocok untuk bahan khotbah di gereja, mengajar di kampus,
bahan tulisan di media massa, maupun untuk menulis buku. Seorang sahabat saya,
dosen komunikasi di sebuah kampus, bahkan meniadakan waktu nonton televisi sama
sekali. “Lebih baik saya pakai untuk mengerjakan hal lain yang lebih
produktif,” ujarnya.
Keempat, jika ada
orang-orang yang ‘tipis’ telinga dan ‘lancip’ mulut melaporkan kepada kita
orang-orang yang—menurut mereka—melakukan kesalahan, kita perlu belajar dari Aristoteles. Ketika dilapori seorang
muridnya bahwa ada orang-orang yang menjelekkannya, filsuf besar ini berkata,
“Apakah yang hendak kamu laporkan itu lulus empat saringan?” Satu, apa itu
benar? Dua, apa itu baik? Tiga, apa itu bermanfaat? Empat, ini yang paling
penting, apa Anda dengar sendiri? Nah, jika tidak lulus saringan, lebih baik
kita jadikan bahan introspeksi diri.
Pelajaran Berharga
Lalu, apa yang kita dapatkan dari ‘episode makan tiram’ snap shot Mr.
Bean? Ada dua tiram yang kita peroleh. Tiram pertama, jangan usil. Ada yang
berkata, “Jangan iseng.” Saya lebih senang memakai kata ‘usil’. Mengapa? Karena
ada “iseng-iseng berhadiah” seperti mengisi TTS dan kupon undian he, he, he.
Keusilan sering membuat kita celaka sendiri.
Saya ingat, suatu kali saya sedang melayani di luar negeri. Karena
begitu akrab dengan pendeta dan isteri yang mengundang saya, kami jadi seperti
keluarga sendiri. Suatu kali, saya baru
keluar dari toilet. Begitu keluar saya melihat isteri teman saya itu sedang
‘say sorry’ pada seorang bule tinggi besar. Ketika saya tanya alasannya dia
berkata, “Tadi saya kira you yang keluar dan saya kagetin. Ternyata keliru
orang lain!” Giliran saya yang ngakak
melihat wajahnya yang ‘unyu’ he, he, he.
Tiram kedua, jangan serakah. Saya pernah membaca sebuah peribahasa yang
berbunyi, “Keserakahan adalah menggali kubur dengan gigi sendiri!” Tepat
sekali. Setiap kali makan di all-you-can-eat
restaurants saya selalu mengingatkan diri saya sendiri untuk tidak makan
terlalu banyak. Seorang hamba Tuhan senior pernah menasihati saya untuk berhenti
makan sebelum kenyang. Ada benarnya. Apa gunanya kita memperoleh seluruh
makanan tetapi kehilangan kesehatan kita? Apalagi jika yang kita pilih adalah
makanan ‘termahal’ di situ yang ternyata juga ‘terbanyak’ kolesterolnya?
Mari belajar pada tiram! (Xavier Quentin Pranata)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar